LAPORAN ETNOFARMASI TANAMAN OBAT ASAL DESA BULUKUNYI KEC.POLEMBANGKENG SELATAN KAB.TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN
UMMY KALTSUM DARWIS
150 209 225
KELAS W4/ KELOMPOK I
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2010
Lembar Pengesahan
LAPORAN INI SEBAGAI SYARAT UNTUK MENGIKUTI UJIAN PRAKTIKUM
FARMAKOGNOSI I DAN TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL, 11 November 2010
Oleh :
DOSEN / ASISTEN PEMBIMBING
Selfida S.Farm, Apt
Ketua PKL Farmakognosi I
Iskandar Zulkarnain, S.Farm, Apt
Nip. 116 080 884
Mengetahui,
Koordinator Praktikum Farmakognosi I
Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia
Asni Amin, S.Si, Apt, M.Farm
Nip. 116 020 771
Lembar Penilaian Ujian Komprehensif PKL
Mahasiswa yang tercantum namanya dibawah iini :
Nama : UMMY KALTSUM DARWIS
NIM : 150209225
Kelas : W4
telah diuji dan dinilai oleh dosen/asisten penguji pada Laboratorium Farmakognosi I
Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia
Pada tanggal 14 November 2010
Dosen / Asisten Penguji (nama dan paraf) Nilai
……………………………………… ………………….
……………………………………… ………………….
……………………………………… ………………….
……………………………………… ………………….
……………………………………… ………………….
Nilai rata-rata =………………………………………………...
Dan dinyatakan lulus / tidak lulus * (coret yang tidak perlu)
ABSTRAK
Ummy Kaltsum Darwis, Pemeriksaan farmakognostik yaitu morfologi, anatomi dan kandungan kimia Akasia (Acacia Auriculiformis) Asal Desa Bulukunyi Kecematan Polebangkeng Selatan Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan (Dibimbing oleh Selfida S.Farm,Apt).
Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan pemeriksaan morfologi, anatomi dan identifikasi komponen kimia dengan tujuan untuk mengetahui bau, rasa dan warna yaitu dengan uji organoleptis dan kandungan kimia yang terdapat pada tanaman akasia seperti flavonoid, saponin, dan polifenol untuk menunjang pengembangannya sebagai obat tradisional.
Penelitian ini berasal dari Praktek Kerja Lapangan yang dilakukan pada tanggal 24-26 september 2010 di Desa Bulukunyi, Kec, Polembangkeng Selatan, Kab.Takalar, Sulawesi Selatan.
ABSTRACT
Ummy Kaltsum Darwis, The pharmacognostic assay include morphology, anatomy, and chemical compound identifity with color raction of akasia (Acacia Auriculiformis) collected from Bulukunyi village, Distric of South Polebangkeng Takalar South . (Under supervisión of Selfida S.Farm,Apt).
This examination to mean for to do examination morphology, anatomy and chemical compound identifity with color reaction that bewitchh for to know smell, feel and color that is organoleptis and reaction chemistry that can for of Akasia (Acacia Auriculiformis) example saponin, saponin,glukoside, alcoloid, tannin, dan calcium oxalate, for to support development as traditional medicene.
This examination is from of Practical Work Guide was do it in date, 24-26 September 2010 in Bulukunyi Village, South-Polembangkeng, Takalar, South-sulawesi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah swt, yang mana telah memberikan kita hidayah, kekuatan, petunjuk, serta kesehatan yang melimpah ruah, sehingga pada hari ini akhirnya kami dapat menyelesaikan laporan etnofarmasi yang disusun sebagai dasar dan syarat mengikuti praktikum selanjutnya dan ujian komprehensif farmakognosi 1 ini. Dan tak lupa, kita hanturkan rasa kebersamaan kita, kecintaan kita, kepada Baginda Nabiyullah Muhammad saw,yang mana berkat beliau pulalah ilmu dan amal dalam agama islam dapat dicapai dan dihanturkan, berkat jasa-jasa serta pengorbanan beliau, shalawat serta salam kita tuntunkan beserta kepada keluarga dan para sahabatnya.
Pada kesempatan ini, dibuatlah laporan praktikum farmakognosi 1 dan laporan etnofarmasi sebagai wujud dan syarat mengikuti praktikum selanjutnya serta ujian komprehensif farmakognosi 1. Adapun hasil yang didapat bersumber dari Praktek Kerja Lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 24-26 september 2010, bertempat di Desa Bulukunyi, Kec.Polembangkeng Selatan, Kab.Takalar, Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel serta pemilihannya, diambil berdasarkan pengetahuan, perkembangan sampel, pemilihan identifikasi, serta tempatnya berupa hutan lindung didaerah tersebut. Setelah itu, akan dilakukan penelitian melalui herbarium dan simplisia, berdasarkan morfologi anatomi, kandungan kimia, klasifikasi, serta pemanfaatannya dalam produser obat-obatan.
Pada pembuatan laporan kali ini, tidak akan berhasil tanpa bantuan dari beberapa pihak, antara lain:
- Asisten pembimbing, yang senantiasa memberikan pengarahan kepada kami, atas ketidaktahuan kami, serta begitu setia mendampingi, membantu terhadap segala macam aspek kesulitan.
- Orang tua, sebagai aspek dasar yang terus memberikan dorongan serta penggunaan materi, sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan amat baik.
- Teman-teman, baik itu sekelas maupun per Angkatan, bahkan dari kakak senior yang begitu berpengaruh dalam membantu serta kita saling membahu dalam menyusun makalah ini.
Di akhir kesempatan ini, kami berharap apa yang telah didapat dari Praktek Kerja Lapangan, Laporan, bahkan Hasil Praktikum pun, akan sangat bermanfaat nantinya bahkan dimasa dibutuhkannya pembuatan obat-obat baru sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan 1
Lembar Penilaian 2
Abstrak 3
Abstrac 4
Kata Pengantar 5
Daftar Isi 7
Daftar Tabel 10
Daftar Gambar 11
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 12
1.2 Rumusan Masalah 13
1.3 Tujuan Penelitian 13
1.4 Manfaat Penelitian 13
1.5 Kontribusi Penelitian bagi IPTEK 13
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Tinjauan Tentang Etnofarmasi 14
2.1.1 Pengertian Etnofarmasi dan ilmu yang terkait 14
2.1.2 Sejarah dan Perkembangan Etnofarmasi di
Wilayah Sul-Sel 15
2.1.3 Etnofarmasi Sulawesi Selatan 16
2.2 Tinjauan Tentang Desa Bulukunyi, Kecamatan Polembangkeng Selatan,Kabupaten Takalar. 16
2.2.1 Letak Geografis 16
2.2.2 Demografi Penduduk 19
2.2.3 Latar Belakang Pemilihan Lokasi Etnofarmasi 21
2.2.4 Kultur Budaya dan Etnofarmasi 22
2.3 Tinjauan Tentang Tanaman dan Lokasi Tumbuh Tanaman Etnofarmasi 23
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS DAN SKEMA KERJA
3.1 Kerangka Konseptual 26
3.2 Hipotesis 26
3.3 Skema Kerja 26
BAB IV MATERI DAN METODE PRAKTIKUM
4.1 Rancangan Praktikum 28
4.2 Bahan Praktikum 28
4.3 Waktu Praktikum 28
4.4 Lokasi Praktikum 28
4.4 Prosedur praktikum 28
BAB V HASIL
5.1 Tanaman Etnofarmasi Desa Bulukunyi, Kec.Polembangkeng Selatan, Kab.Takalar 32
BAB VI PEMBAHASAN 34
BAB VII PENUTUP
VII.1 Kesimpulan 36
VII.2 Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kerangka Konseptual Tanaman Akasia
Tabel 1.2 Skema Kerja Pemilihan Tanaman Akasia
Tabel 2.1 Jenis Tanaman Obat Tradisional Daerah Etnofarmasi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lambang Pemerintahan Kab.Takalar
Gambar 1.2 Peta Lokasi Kab.Takalar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Plinus (Cajus Plinus Secundus Sr) berpendapat bahwa alam seisinya diciptakan oleh Tuhan, untuk kepentingan manusia. jadi adanya tumbuhan di atas bumi inipun dititik dari sudut keagamaan diciptakan oleh Tuhan untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup, tertentu dari manusia, misalnya untuk memberi makan bahan obat-obatan, dan lain-lain, bahkan menurut Plinus semua tumbuh-tumbuhan mempunyai daya pengobatan.
Meskipun pada waktu sekarang banyak obat-obatan yang dibuat secara sintetik, tetapi tidak boleh kita abaikan arti tumbuhan sebagai penghasil bahan yang berkhasiat obat, seperti dapat kita lihat sendiri dari pengobatan, dan boleh dikatakan semua zat tersebut berasal dari tumbuhan, seperti antara lain : penicillin, streptomisin, kloromisetin, dan lain-lain. Kalau kita meninjau banyaknya tumbuhan yang bahannya dipakai dalam obat tradisional oleh mereka yang tak mengenal ilmu pengobatan modern, maka rasanya tinggal dilakukan suatu penyelidikan saja, dan macam-macam bahan tumbuhan itu memang beralasan, meskipun pemakaian dari bahan dasar ilmiah tidak digunakan.
Indonesia merupakan Negara yang agraris yang kaya akan floranya. Dimana flora-flora tersebut banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai tanaman hias maupun untuk pengobatan.
Obat-obatan, dalam bentuk tumbuh-tumbuhan dan mineral telah ada jauh lama dari manusianya sendiri, penyakit dari manusia dan naluri untuk mempertahankan hidup setelah bertahun-tahun, membawa kepada penemuan-penemuan.
Penggunaan obat-obatan walaupun dalam bentuk yang sederhana tidak diragukan lagi sudah berlangsung sejak jauh sebelum adanya sejarah yang ditulis karena naluri orang-orang primitif untuk menghilangkan rasa sakit pada luka dengan merendamnya dalam air dingin atau menempelkan daun segar pada luka tesebut atau menutupinya dengan lumpur, hanya berdasarkan pada kepercayaan. Orang-orang primitif belajar dari pengalaman dan mendapatkan cara pengobatan yang satu lebih efektif dari yang lain, dari dasar permulaan ini pekerjaan terapi dengan obat dimulai.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana morfologi dan anatomi tanaman Akasia ( Acacia Auriculiformis ) serta bagaimana cara identifikasi kandungan kimia.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh data farmakognosi dari tanaman akasia (Acacia Auriculiformis) dan kandungan kimia.
1.4. Manfaat Penelitian
Untuk memberikan informasi ilmiah tentang morfologi, anatomi, dan kandungan kimia tanaman akasia (Acacia Auriculiformis) sebagai obat tradisional.
1.5 Kontribusi Penelitian bagi IPTEK
Kontribusi penelitian inventarisasi tanaman bagi yakni ilmu pengetahuan dan morfologi, anatomi, fisiologi, serta kandungan kimia dan efek farmakologi dari tanaman yang digunakan sebagai obat dalam masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Etnofarmasi
2.1.1 Pengertian Etnofarmasi, dan ilmu yang terkait
Etnofarmasi adalah studi tentang bagaimana masyarakat suatu etnis atau wilayah dalam menggunakan suatu tanaman obat atau ilmu multidisiplin yang mempelajari penggunaan obat-obatan terutama obat tradisional oleh suatu masyarakat lokal (etnik).. Etnofarmasis merupakan orang yang mengeksplorasi bagaimana suatu tanaman digunakan sebagai pengobatan. Hal ini terkait dengan studi mengenai sediaan obat yang terkait dengan penggunaannya dalam konteks kultural.
Etnofarmasi meliputi studi-studi:
1. Identifikasi dan etnotaksonomi bahan alam yang digunakan dalam pengobatan (etnobiologi medis: Etnofarmasi, etnomikologi, etnozoologi).
2. Preparasi tradisional sediaan farmasi (etnofarmasetika).
3. Evaluasi aksi farmakologis suatu preparasi pengobatan tertentu (etnofarmakologi).
4. Efektivitas klinis (Etnofarmasi klinis).
5. Aspek medis-sosial yang terkait dalam penggunaan obat (antropologi kesehatan).
6. Kesehatan masyarakat dan farmasi praktis yang membahas penggunaan oleh publik dan atau re-evaluasi obat-obatan.
Etnofarmasi seringkali salah disamakan dengan etnofarmakologi yang hanya fokus pada evaluasi farmakologis pengobatan tradisional.
2.1.2 Sejarah Perkembangan etnofarmasi di wilayah Sul-Sel
Tanaman di kenal sebagai obat sudah sejak dahulu kala. Pada saat itu manusia purba memanfaatkan tumbuhan sebagai obat disertai dengan kepercayaan pada roh yang akan membantu. Tanaman juga digunakan sebagai bahan makanan hanya saja penanganan untuk obat dan makanan kurang terjaga kebersihannya (Attamimi, 2003).
Seiring bertambahnya waktu, tumbuhan dikenal sebagai obat hanya bersifat turun temurun. Tanpa adanya kekuatan fakta yang tepat. Hanya berkembang dari adanya informasi dari nenek moyang yang telah digunakan berpuluh-puluh tahun (Attamimi, 2003).
Sedangkan di Indonesia sendiri, hal ini pun terjadi. Hanya informasi dari nenek moyang atau resep keluarga yang dipergunakan, tanpa ada fakta yang menunjukkan bahwa tumbuhan itu benar-benar menyebutkan penyakit (Satronoamidjojo, 2001).
Obat yang demikian di Indonesia dikenal sebagai jamu dan memang jamu tersebut telah melalui uji klinis dan mempunyai keakuratan yang tepat. Dalam hal ini sangat berbeda dengan kondisi pada zaman dahulu di daerah Sulawesi Selatan yang hanya berdasarkan pada informasi dari nenek moyang dan disertai “baca-baca” yaitu kepercayaan animisme (Attamimi, 2003).
Berhubungan dengan berbagai peristiwa, jamu asli Indonesia itu lambat laun semakin terdesak dengan adanya obat tradisional dari Negara lain misalnya, obat dari Cina. Hal ini juga disebabkan karena
Adanya pemikiran bahwa untuk apa bersusah payah ke hutan untuk mencari tumbuhan yang berkhasiat obat, padahal dapat dibeli di toko obat yang berupa pil, kapsul dan lain-lain (Satronoamidjojo, 2001)..
2.1.3 Etnofarmasi Sulawesi Selatan
Obat sintesis berkembang dari abad pertengahan , dimana obat sintesis ini terbuat dari bahan-bahan kimia. Dimana obat ini memiliki keuntungan misalnya, praktis dalam sesi pembuatan, murah dan mudah dipergunakan. Sesuai bertambahnya waktu, ternyata obat ini memiliki efek samping yang sangat fatal (Attamimi, 2003).
Memang obat ini berkhasiat tetap dapat menimbulkan penyakit baru. Karena obat ini berupa bahan kimia yang tersimpan dalam tubuh dan terjadi penimbunan bahan kimia dalam tubuh dan akhirnya menimbulkan suatu penyakit baru. Dimana penyakit ini sangat sukar disembuhkan dan lebih parah dari penyakit sebelumnya (Satronoamidjojo, 2001).
Dari kenyataan tersebut, maka dalam dunia obat-obatan sekarang beralih untuk menjadikan obat-obat tradisional sebagai alternative. Dimana obat tersebut berasal dari tumbuhan dan pengemasannya dalam bentuk modern. Ini merupakan penggabungan tradisional dan modern (Attamimi, 2003).
2.2 Tinjauan Tentang Desa Bulukunyi, Kec. Polembangkeng Selatan, Takalar
2.2.1 Letak Geografis
Kabupaten Takalar berada antara 5.3 - 5.33 derajat Lintang Selatan dan antara 119.22-118.39 derajat Bujur Timur. Kabupaten Takalar dengan ibukota Pattalasang terletak 29 km arah selatan dari Kota Makassar ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayah Kabupaten Takalar adalah sekitar 566,51 km2, dimana 240,88 km2 diantaranya merupakan wilayah pesisir dengan panjang garis pantai sekitar 74 km.
Bagian Utara Kabupaten Takalar berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Gowa, bagian Selatan dibatasi oleh Laut Flores, sementara bagian Barat dibatasi oleh Selat Makassar.
Wilayah Kabupaten Takalar terdiri dari 9 (sembilan) Kecamatan masing-masing :
1. Kecamatan Manggarabombang
2. Kecamatan Mappakasunggu
3. Kecamatan Polembangkeng Selatan
4. Kecamatan Polembangkeng Utara
5. Kecamatan Galesong Selatan
6. Kecamatan Galesong Utara
7. Kecamatan Pattalassang
8. Kecamatan Galesong
9. Kecamatan Sanrobone
Topologi wilayah Kabupaten Takalar terdiri dari daerah pantai, daratan dan perbukitan. Bagian barat adalah daerah pantai dan dataran rendah dengan kemiringan antara 0-3 derajat sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0-25, derajat sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0-25, dengan batuan penyusun geomorfologi dataran didominasi pantai, batu gemping, terumbu dan tula serta beberapa tempat batuan lelehan basal.
Kabupaten Takalar beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasa terjadi antara bulan Oktober sampai bulan Maret. Rata-rata curah hujan bulanan pada musim hujan berkisar antara 122,7 mm hingga 653,6 mm dengan curah tertinggi rata-rata harian adalah 27,9 C (Oktober) dan terendah 26,5 C( Januari – Februari) temperatur udara terendah rata-rata 22,2 hingga 20,4 C pada bulan Februari-Agustus dan tertinggi 30,5 hingga 33,9 C pada bulan September - Januari.
Berdasarkan letaknya geografisnya, Kabupaten Takalar dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:
a. Kabupaten Takalar bagian Timur (meliputi wilayah Polembangkeng Utara dan Polembangkeng Selatan) adalah merupakan sebagian dataran rendah yang cukup subur dan sebagian merupakan daerah bukit-bukit (Gunung Bawakaraeng). Wilayah ini merupakan daerah yang cocok untuk pertanian dan perkebunan.
b. Kabupaten Takalar bagian Tengah (wilayah Pattalassang;ibukota Takalar) merupakan dataran rendah dengan tanah relatif subur sehingga di wilayah ini merupakan daerah yang cocok untuk pertanian, perkebunan dan pertambakan.
c. Kabupaten Takalar bagian Barat ( meliputi Mangarabombang, Galesong Utara, Galesong Selatan, Galesong Kota, Mappakasunggu dan Sanrobone) adalah merupakan sebagian dataran rendah yang cukup subur untuk pertanian dan perkebunan, sebagian merupakan daerah pesisir pantai yang cocok untuk pertambakan dan perikanan laut. Potensi ikan terbang, telur ikan terbang, dan rumput laut di wilayah ini diduga cukup potensial untuk dikembangkan.
Potensi sumber daya alam Kabupaten Takalar meliputi perikanan laut, pertanian, perkebunan dan peternakan. Luas areal budidaya ikan pada tahun 2006 sekitar 4.856 ha, budidaya tambak dengan luas 4.343 ha yang tersebar di hampir setiap kecamatan Produksi ikan laut di Kabupaten Takalar pada tahun 2006 mencapai 26.776 ton. Selain itu Kabupaten Takalar dikenal sebagai penghasil ikan terbang dan rumput laut. Dalam Program Gerbang Emas Kabupaten Takalar sangat potensial dijadikan sebagai pusat inkubator pengembangan rumput laut.
Kabupaten Takalar adalah salah satu dari wilayah penyanggah kota Makassar. Dimana Kota Makassar adalah ibu kota sekaligus pusat ekonomi Sulawesi Selatan dan kawasan Indonesia Timur. Bidang wilayah penyanggah bagi Kabupaten Takalar dapat bernilai positif secara ekonomis, jika Kabupaten Takalar dapat mengantisipasi dengan baik kejenuhan perkembangan kegiatan industri Kota Makassar. Yaitu dengan menyediakan lahan alternatif pembangunan kawasan industri yang representatif, kondusif, dan strategis.
(Gambar 1.1 : lambang Pemerintahan Kab.Takalar)
II.2.2 Demografi Penduduk
Potensi sumber daya alam Kabupaten Takalar meliputi perikanan laut, pertanian, perkebunan dan peternakan. Luas areal budidaya ikan pada tahun 2006 sekitar 4.856 ha, budidaya tambak dengan luas 4.343 ha yang tersebar di hampir setiap kecamatan Produksi ikan laut di Kabupaten Takalar pada tahun 2006 mencapai 26.776 ton. Selain itu Kabupaten Takalar dikenal sebagai penghasil ikan terbang dan rumput laut. Dalam Program Gerbang Emas Kabupaten Takalar sangat potensial dijadikan sebagai pusat inkubator pengembangan rumput laut.
Kabupaten Takalar adalah salah satu dari wilayah penyanggah kota Makassar. Dimana Kota Makassar adalah ibu kota sekaligus pusat ekonomi Sulawesi Selatan dan kawasan Indonesia Timur. Bidang wilayah penyanggah bagi Kabupaten Takalar dapat bernilai positif secara ekonomis, jika Kabupaten Takalar dapat mengantisipasi dengan baik kejenuhan perkembangan kegiatan industri Kota Makassar. Yaitu dengan menyediakan lahan alternatif pembangunan kawasan industri yang representatif, kondusif, dan strategis.
Sebagian dari wilayah Kabupaten Takalar merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang 74 Km meliputi Kecamatan Mangarabombang, Kecamatan Mappakasunggu, Kecamatan SandraBone, Kecamatan Galesong Selatan, Kecamatan Galesong Kota dan Kecamatan Galesong Utara. Sebagai wilayah pesisir yang juga telah difasilitasi dengan pelabuhan walaupun masih pelabuhan sederhana maka Kabupaten Takalar memiliki akses perdagangan regional, nasional bahkan internasional. Keunggulan geografis ini menjadikan Takalar sebagai alternatif terbaik untuk investasi atau penanaman modal.
Dengan fasilitas pelabuhan yang ada, Takalar memiliki potensi akses regional maupun nasional sebagai pintu masuk baru untuk kegiatan industri dan perdagangan untuk kawasan Indonesia Timur setelah Makassar mengalami kejenuhan.
Demikian pula dengan dukungan sarana dan prasarana transportasi darat, seperti; akses jalan menuju kota Makassar, jarak yang relatif tidak jauh dari pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, jalan beraspal dan sarana transportasi laut yang memadai berupa pelabuhan atau dermaga, Takalar siap menunjang aktivitas berdagangan dalam taraf internasional.
Total produksi padi di Takalar mencapai 118.249 ton. Produksi padi sawah terbesar terdapat di Kecamatan Manggarabombang, Polombangkeng Selatan, dan Galesong Selatan. Produksi palawija seperti jagung mencapai 24.904 ton banyak terdapat di Kecamatan Manggarabombang dan Polombangkeng Utara sedangkan ubi kayu 20.983 ton banyak terdapat di Kecamatan Manggarabombang dan Polombangkeng Utara. Hasil ubi jalar yang mencapai 8.867 ton berasal dari Polombangkeng Selatan dan Polombangkeng Utara sedangkan kacang hijau 2.989 ton banyak terdapat di Mappakasunggu, Polombangkeng Utara, dan Galesong Utara.
Jenis sayuran dari Takalar berupa bawang merah, ketimun, sawi, dan kacang. Keempat jenis sayuran ini mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional. Klaster bawang merah di Kecamatan Manggarabombang, ketimun di Polombangkeng Utara dan Galesong Selatan, sawi di Kecamatan Galesong Selatan, Galesong Utara sedangkan kacang panjang di Kecamatan PolombangkengUtara.
Jika kita menyusuri jalan desa di Takalar maka kita akan banyak menjumpai perkebunan kelapa dan jambu mete. Perkebunan kelapa banyak terdapat di Kecamatan Manggarabombang, Mappakasunggu, dan Galesong Utara sedangkan perkebunan jambu mete di Polombangkeng Selatan dan Polombangkeng Utara. Selain perkebunan, Takalar juga memiliki perikanan tambak. Meskipun hasil tambak tidak sebesar hasil laut hal ini disebabkan oleh terkonsentrasinya tambak di Kecamatan Mappakasunggu.
Peternakan Sapi banyak diternak di Polombangkeng Utara, Kerbau banyak dihasilkan dari Manggarabombang, Mappakasunggu, dan Polombangkeng Utara. Peternakan Kambing banyak di Manggarabombang dan Mappakasunggu. Selain itu, daerah ini juga memiliki peternakan Ayam Buras. Untuk peternakan Ayam Ras terdapat di Kecamatan Polombangkeng Utara dan Galesong Utara.
2.2.3 Latar Belakang Pemilihan Lokasi Etnofarmasi
Jenis Tanah : Tanah di Kabupaten Takalar didominasi jenis tanah Latosol dan Mediteran. Secara spesifik terdiri atas tanah Alluvial Hidromorf coklat kelabu dengan bahan induk endapan liat pasir terdapat dipesisir pantai dan sebagian di daratan bagian utara. Sedangkan tanah regosol dan mediteran terdapat pada daerah-daerah bergelombang sampai berbukit di wilayah bagian barat.
2.2.4 Kultur Budaya dan Etnofarmasi
Penduduk di Kabupaten Takalar dari berbagai macam suku bangsa sebahagian besar adalah suku Bugis, dan Makassar. Selain itu terdapat juga satu suku yang masih memegang teguh tradisi leluhur dengan mempertahankan pola hidup tradisional yang bersahaja dan jauh dari kehidupan modern, yakni Suku Kajang. Demikian juga dengan para pendatang di Kabupaten Takalar mereka juga ikut berbaur dengan adat istiadat daerah ini sehingga adat istiadat/kebudayaan di Kabupaten Takalar tetap lestari, baik dalam upacara adat, upacara tradisional serta berbagai bentuk kebudayaan lainnya.
Prosesi Ritual Maudu Lompoa antara lain ;
A’je’ne’-je’ne’ Sappara : Prosesi awal yang wajib dilakukan oleh masyarakat Cikoang yang akan melakukan Maudu Lompoa. Proses ini hanya dilakukan pada tanggal 10 Bulan Syafar setiap tahunnya, dalam proses mandi ini dipimpin oleh ‘Anrong Guru’ yang diikuti oleh ribuan warganya dengan tujuan atau dipercaya dapat membersihkan jiwa dan raga dari najis.
Annyongko Jangang : Proses menangkap dan mengurung ayam yang akan digunakan dalam acara Maudu Lompoa. Proses mengurung ayam ini berlangsung selama 40 hari 40 malam dan bertujuan untuk menghindari atau membersihkan ayam dari kotoran-kotoran yang mengandung najis baik makanannya maupun tempatnya.
Angnganang Baku : Proses membuat tempat menyimpan makanan yang akan digunakan dalam Maudu Lompoa. Bakul tersebut dari daun lontar, proses ini tidak boleh dilakukan oleh wanita haid serta pembuatannya hanya boleh berlangsung dalam bulan Syafar.
Anggalloi Ase : Proses menjemur padi. Dalam proses ini padi dijemur dalam lingkaran pagar untuk menghindarkan padi dari sentuhan najis yang dibawa oleh binatang. Proses ini hanya boleh berlangsung pada bulan Rabiul Awal.
A’dengka Ase : Proses menumbuk padi hanya dilakukan pada bulan Rabiul Awal. Dalam proses ini tidak diperbolehkan menggunakan mesin melainkan hanya menggunakan lesung.
A’je’ne’-je’ne’ Sappara : Prosesi awal yang wajib dilakukan oleh masyarakat Cikoang yang akan melakukan Maudu Lompoa. Proses ini hanya dilakukan pada tanggal 10 Bulan Syafar setiap tahunnya, dalam proses mandi ini dipimpin oleh ‘Anrong Guru’ yang diikuti oleh ribuan warganya dengan tujuan atau dipercaya dapat membersihkan jiwa dan raga dari najis.
Annyongko Jangang : Proses menangkap dan mengurung ayam yang akan digunakan dalam acara Maudu Lompoa. Proses mengurung ayam ini berlangsung selama 40 hari 40 malam dan bertujuan untuk menghindari atau membersihkan ayam dari kotoran-kotoran yang mengandung najis baik makanannya maupun tempatnya.
Angnganang Baku : Proses membuat tempat menyimpan makanan yang akan digunakan dalam Maudu Lompoa. Bakul tersebut dari daun lontar, proses ini tidak boleh dilakukan oleh wanita haid serta pembuatannya hanya boleh berlangsung dalam bulan Syafar.
Anggalloi Ase : Proses menjemur padi. Dalam proses ini padi dijemur dalam lingkaran pagar untuk menghindarkan padi dari sentuhan najis yang dibawa oleh binatang. Proses ini hanya boleh berlangsung pada bulan Rabiul Awal.
A’dengka Ase : Proses menumbuk padi hanya dilakukan pada bulan Rabiul Awal. Dalam proses ini tidak diperbolehkan menggunakan mesin melainkan hanya menggunakan lesung.
2.3 Tinjauan Tentang Tanaman dan Lokasi Tumbuh Tanaman Etnofarmasi
Kegiatan Pembangunan Areal Model Tanaman Unggulan Lokal dengan Sistem Silvikultur Intensif jenis Bitti dilaksanakan di lokasi Ujungbori Puaang, Desa Bulukunyi, Kec. Pol-Sel, Kabupaten Takalar. Lokasi tersebut sengaja dipilih dengan pertimbangan bahwa kawasan Ujung Bori adalah hutan produksi yang cukup kritis. Bitti merupakan jenis tanaman endemik yang banyak tumbuh di daerah tersebut sehingga perlu dilestarikan.
Di lokasi tersebut kini telah banyak di kapling/diklaim menjadi milik warga dan ditanami cengkeh dan sengon dengan asumsi telah dikelola secara turun-temurun. Kawasan tersebut berbatasan langsung dengan hutan adat ”Amatoa” masyarakat suku Kajang. Mayoritas masyarakat desa ujung bori berasal dari suku Makassar dan beragama Islam.
Desa Bulukunyi memiliki wilayah seluas ± 850 Ha secara administrative masuk kedalam wilayah kecamatan Pol-Sel dan dipimpin oleh seorang Kepala Desa Bpk. Paharuddin.
Desa Bulukunyi memiliki wilayah seluas ± 850 Ha secara administrative masuk kedalam wilayah kecamatan Pol-Sel dan dipimpin oleh seorang Kepala Desa Bpk. Paharuddin.
Kecamatan Polembangkeng Selatan terdiri dari:
1. Kel. Canrego
2. Kel. Pa’bundukang
3. Kel. Pattene
4. Kel. Bontokadatto
5. Kel. Bulukunyi
6. Desa. Cakura
7. Desa Moncongkomba
8. Desa Lantang
Adapun mata pencaharian penduduk kebanyakan masih bergantung pada sektor pertanian dan perkebunan (92%), selain itu ada juga yang berprofesi sebagai Wiraswasta, Pedagang, Jasa, PNS, TNI/POLRI, buruh, sopir, tukang, petani dan sebagainya.
Peta lokasi Bulukunyi, Kab. Takalar, Sulawesi Selatan
(Gambar 1.2 : Peta Lokasi Kab.Takalar)
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS, SKEMA KERJA
3.1 Kerangka Konseptual
Inventarisasi tanaman obat
¯
Survey tanaman obat di kelurahan bulukunyi, kecamatan Polembangkeng
¯
Melalui wawancara dengan batra, pasien, dan masyarakat desa setempat
¯
Pengarsipan data
(Tabel 1.1 : Kerangka konseptual Tanaman Akasia)
3.2 Hipotesis
Kandungan kimia akar, daun, dan buah Acacia auriculiformis mengandung saponin, disamping itu daun dan buahnya mengandung flavonoida dan buahnya juga mengandung polifenol. Berkhasiat sebagai obat demam dan obat perut mulas
3.3 Skema Kerja
Pemilihan lokasi Etnofarmasi |
mendeskripsikan penyakit kemudian dikomunikasikan dengan tabib tradisional dengan melakukan proses wawancara |
Pengambilan tanaman di Lokasi |
diuji laboratorium |
Menyeleksi tanaman yang berkhasiat |
dikomunikasikan dengan tabib tradisional dengan melakukan proses wawancara |
(Tabel 1.2 : Skema Kerja Pemilihan Tanaman Akasia)
BAB IV
MATERI DAN METODE PRAKTIKUM
4.1 Rancangan Praktikum
Adapun rancangan praktikum disesuaikan dengan pembentukan hasil dan skema kerja yang telah diprosedurkan sebelumnya.
4.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini sampel Tanaman Akasia (Acacia Auriculiformis).
4.3 Waktu
Adapun waktu pelaksaan praktek kerja lapangan ini adalah hari Jum’at tanggal 24-26 September 2010.
4.4 Lokasi Praktikum
Praktikum ini di laksanakan di Desa Bulukunyi, Takalar, Sulawesi Selatan.
4.5 Prosedur Praktikum
1.Pembuatan Simplisia
a. Pengambilan Sampel, Bahan penelitian berupa daun, batang, dan akar dari tanaman Akasia (Acacia auriculiformis). Diambil pada jam 10.00 pagi di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
b. Pengolahan Bahan, Bahan penelitian berupa daun yang telah diambil, dikeringkan dalam ruangan yang tidak terkena sinar matahari langsung, setelah kering dipotong-potong kecil.
2. Pemeriksaan Farmakognostik
a. Pemeriksaan Farmakognostik Tumbuhan
Pemeriksaaan morfologi tumbuhan dilakukan dengan mengamati bentuk fisik dari akar, batang, dan daun dari tanaman Akasia (Acacia Auriculiformis) kemudian dilakukan pengambilan gambar, dan diidentifikasi lebih lanjut berdasarkan kunci determinasi menurut literatur.
b. Pemeriksaan Anatomi Tumbuhan
Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati bentuk sel dan jaringan pada tumbuhan pada bagian penampang melintang dan membujur dari akar, batang dan daun dengan menggunakan mikroskop. Sedangkan simplisia kering serbuk untuk melihat fragment-fragment dari tanaman Akasia (Acacia Auriculiformis) yang digunakan untuk obat.
c. Pemeriksaan Organoleptis Tumbuhan
Pemeriksaan organoleptis tumbuhan dilakukan untuk mengamati warna, bau, dan rasa dari bagian tanaman Akasia (Acacia Auriculiformis)yang masih segar meliputi akar, batang, dan daun.
2.Reaksi Identifikasi Kandungan Kimia (Dirjen POM, 1989)
1) Reaksi Identifikasi Terhadap Lignin
Irisan atau serbuk dibasahi dengan larutan Fluroglusin P. Diperiksa dalam HCl P, dinding sel yang berlignin akan berwarna merah.
2) Reaksi Identifikasi Terhadap Tanin
a. Reaksi Identifikasi Terhadap Katekol
o Serbuk dibasahi dengan FeCl3 1 N, jika mengandung katekol akan menghasilkan warna hijau.
o Serbuk ditambahkan dengan larutan Brom, jika mengandung katekol akan menjadi endapan.
b. Reaksi Identifikasi Terhadap Pirogalotanin
o Serbuk dibasahi dengan FeCl3 1 N, jika mengandung pirogalotanin akan menghasilkan warna biru.
o Serbuk ditambahkan dengan larutan Brom, jika mengandung pirogalotanin tidak terjadi endapan.
o Serbuk ditambahkan NaOH, jika menghasilkan warna merah coklat berarti mengandung pirogalotanin.
3) Reaksi Identifikasi Terhadap Dioksiantrakinon
Sedikit serbuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditetesi dengan KOH 10 % P b/v dalam etanol 95% P, jika mengandung Dioksiantrakinon akan menghasilkan warna merah.
4) Reaksi Identifikasi Terhadap Alkaloid
Ekstrak metanol tumbuhan srigading dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi kemudian ditetesi :
a. HCl 0,5 N dan pereaksi Mayer, jika mengandung alkaloid akan menghasilkan endapan kuning.
b. HCl 0,5 N dan pereaksi Bauchardat, jika mengandung alkaloid akan menghasilkan endapan coklat.
c. HCl 0,5 N dan pereaksi Dragendorf, jika mengandung alkaloid akan menghasilkan endapan jingga.
5) Reaksi Identifikasi Terhadap Fenol
a. Sedikit serbuk dimasukkan vial ditambahkan air, lalu ditutup dengan kaca objek yang di atasnya diberi kapas yang telah dibasahi dengan air, kemudian dipanaskan. Uap yang diperoleh diambil dan FeCl3 1, jika mengandung Fenol akan menghasilkan biru hitam.
b. Sedikit serbuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditetesi dengan H2SO4 Pekat dan dalam larutan Formalin 1% P, jika mengandung Fenol akan menghasilkan warna biru hitam.
6) Reaksi Identifikasi Terhadap Steroid
Ekstrak eter dalam tabung reaksi kemudian ditetesi dengan pereaksi Liebermann-Buchard jika mengandung steroid akan menghasilkan warna biru sampai hijuau.
7) Reaksi Identifikasi Terhadap Karbohidrat
Serbu dikocok dengan air lalu dimasukkan dalam tabung reaksi ditetesi :
a. Preaksi Mollish, jika mengandung karbohidrat akan menghasilkan cincin ungu.
b. Preaksi Luff, jika mengandung karbohidrat akan menghasilkan endapan merah.
c. Preaksi Fehling A dan Fehling B, jika mengandung karbohidrat akan menghasilkan endapan kuning jingga.
8) Reaksi Identifikasi Terhadap Pati dan Aleuron
a. Serbuk ditempatkan di atas kaca objek, kemudian ditetesi dengan larutan iodne 0,1 N, jika mengandung pati akan berwarna biru dan warna kuning coklat jika mengandung Aleuron.
b. Sedikit serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditetesi dengan pereaksi Luff dan dipanaskan, jika mengandung pati akan menghasilkan endapan merah bata.
9) Reaksi Identifikasi Terhadap Saponin
Serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih, lalu tambahkan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang maka sampel mengandung saponin.
10) Identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak metanol, ekstrak eter, dan ekstrak n-Butanol yang diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan secara kromatografi lapis tipis. Untuk ekstrak eter, digunakan eluan n-heksan : etil asetat sedangkan untuk ekstrak n-butanol digunakan eluen etil asetat : aseton + asam asetat dengan perbandingan yang sesuai, setelah itu dilihat di lampu UV 254 nm dan 356 nm dan disemprot dengan penampak bercak larutan asam sulfat 10% Liebermann-Bauchardat, dan Dragendrot.
BAB V
HASIL
5.1 Tanaman Etnofarmasi Desa Bulukunyi, Kec.Polembangkeng Selatan, Kab.Takalar
Tanggal Survei : 25 September 2010
Lokasi Survei : Desa Ujung bori,Kecamatan Bulukunyi, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan
Jenis Survei : Wawancara
Tujuan Pengobatan / Khasiat Farmakologi : Penyakit Kulit
(Tabel 2.1 : Jenis Tanaman Obat Tradisional Daerah Etnofarmasi)
No | Nama Tanaman | Nama Daerah | Bagian yg Digunakan | Khasiat/ Kegunaan | Cara Pemakaian | Sumber Survei | |||||||
1 | Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) | Tammu’ | Rimpang | Alergi dan eksim, sakit maag, dan sakit limfa. | Rebus rimpang, temulawak + air, minum airnya. | Warga | |||||||
2 | Brotowali (Tinospora Crispa) | Brotowali | Batang | Gatal, kudis, luka, dan demam. | Rebus 20 cm + air, air rebusan dipakai mandi. | Warga | |||||||
3 | Sambiloto (Andrographis panniculata) | Sambiloto | Daun/ tanaman utuh | Disentri, diare, flu. | Tanaman + air, lalu rebus, minum air rebusan. | Warga | |||||||
4 | Kamboja (Plumeria acuminate) | Kamboja | Bunga, Kulit, getah, dan daun. | Bisul, disentri. | Remas daun segar, olesi minyak lalu tempel pada bisul. | Warga | |||||||
5 | Kelapa (coccus nucifera) | Kaluku | Air | Panas, demam, alergi. | Air kelapa diminum. | Warga | |||||||
6 | Pare (Momordica Aleata) | Paria | Daun | Batuk, ambeien, bisul. | Daun pare dicuci sedikit + air. Peras, minum airnya. | Warga | |||||||
7 | Kelor (Moringa oleifolia) | Keloro | Daun, akar | Biduran, alergi | Tumbuk daun kelor dengan kapur lalu balurkan dengan kurap. | Warga | |||||||
8 | Lidah Buaya (Aloe vera) | Lila buaja | Daging | Anti alergi, obat pencahar. | Dimasak dan Diminum. | Warga | |||||||
9 | Mengkudu (Morinda Citrifolia) | Baya’ | Buah | Batuk, Batuk karena pencahar | Buah diparut + air, cuka + garam, minum air perasan. | Warga | |||||||
10 | Jarak (Richinus Communis) | Jarak | Daun | Gatal-gatal, bengkak, path tulang, lepra. | Panaskan daun, lalu remas2 dan tempel dibagian yang sakit. | Warga | |||||||
BAB VI
PEMBAHASAN
Obat tradisional adalah obat yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan,mineral, atau sediaan galeriknya atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan. Obat tradisional juga dikatakan campuran kompleks dari ekstrak tanaman dan insekta berbentuk amorf atau padat yang dibentuk dalam ruang-ruang zkizogen dan zlikozigen.
Obat tradisional dalam masyarakat selain memiliki keuntungan juga memiliki kerugian. Adapun keuntungan dari obat tradisional yaitu, mudah diperoleh atau didapatkan, harganya terjangkau, efek samping yang ditimbulkan tidak terlalu berbahaya bahkan tidak menimbulkan efek samping sama sekali.
Kerugian obat tradisional yaitu tidak praktis dalam penggunaannya, penggunaan obat tradisional dalam tubuh menimbulkan reaksi yang lambat.
Survey mengenai inventarisasi tanaman obat bertujuan agar kita mendapatkan informasi keanekaragaman obat yang ada pada suatu wilayah, mendapatkan informasi teknik dan cara penggunaan tanaman obat untuk pengobatan tradisional dan masyarakat terhadap obat tradisional.
Survey ini diadakan guna mengetahui bagaimana cara membudidayakan tanaman obat tradisional dan mengetahui penggolongan–penggolongan dari tanaman obat tersebut beserta khasiat yang terkandung di dalam tanaman obat tradisional.
Dari hasil survey diperoleh data inventarisasi yaitu ada beberapa jenis tanaman yang digunakan oleh masyarakat di desa Lembanna dalam pengobatan penyakit kulit yaitu :
Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza), Rebus rimpang, temulawak ditambah air, minum airnya.
Brotowali (Tinospora crispa), rebus 20 cm ditambah air,lalu rebus, air rebusan dipakai mandi.
Sambiloto (Andrographis panniculata), tanaman ditambah air, lalu rebus, minum air rebusan.
Kamboja (Plumeria acuminate), remas daun segar, olesi minyak lalu tempel pada bisul.
Kelapa (Coccus nucifera), air kelapa diminum.
Pare (Momordica aleata), daun pare dicuci sedikit ditambah air peras, minum airnya.
Kelor (Moringa oleifera), tumbuk daun kelor dengan kapur lalu balurkan dengan kurap.
Lidah buaya (Aloe vera), dimasak dan diminum.
Mengkudu (Morinda citrifolia), buah diparut ditmbahkan air, cuka dan garam, minum air perasan.
Jarak (Richinus communis), panaskan daun, lalu remas-remas dan tempel dibagian yang sakit.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari hasil inventarisasi tanaman obat, maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa jenis tanaman yang digunakan oleh masyarakat di desa Ujung bori dalam pengobatan penyakit yaitu yaitu , Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza), Brotowali (Tinospora crispa), Sambiloto (Andrographis panniculata), Kamboja (Plumeria acuminate), Kelapa (Coccus nucifera), Pare (Momordica aleata), Kelor (Moringa oleifera), Lidah buaya (Aloe vera), Mengkudu (Morinda citrifolia), dan Jarak (Richinus communis).
7.2 Saran
Diharapkan dalam praktikum maupun penyampaian tentang praktikum, serta tugas-tugas pembuatan dalam praktikum, agar disampaikan secara jelas dan riil, agar praktikan dapat dengan mudah dan efisien dalam menjalankannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, A., 2010., Penuntun Praktikum Farmakognosi. Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
2. Amin, A., 2010. Penuntun Praktek Kerja Lapangan Praktikum Farmakognosi I. Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
3. Attamimi., 2003., Wawasan Ilmu Farmasi. Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Makassar.,
4. Dharma, A.P. 1985. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. PN Balai Pustaka. Jakarta.
5. Mirawati., 2005., Penuntun Praktikum Farmaseutik. Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Makassar
6. Sastronoamidjojo., 2001., Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta.
7. Tjay Tan Hoan., 2002., Obat-obat penting Edisi V. PT. Elex Media Komparindo. Jakarta.
mirip skripsi ya......
BalasHapusbgus bgus bgus :)
Gambling in California - Casino Reports
BalasHapusA 온라인포커 lot of poker players can get 크롬 번역기 caught up in the 바카라 사이트 추천 illegal activities of gambling in California. It's 먹튀사이트 common to 샌 브루노 hear that illegal gambling is a very popular activity